12/03/14

"INDONESIA" DALAM CATATAN IBNU BATUTAH

Ibnu Batutah adalah tokoh penyambung Indonesia-Maroko. Petualang kebudayaan, antropologi dan geografi yang satu ini mungkin bisa disejajarkan dengan posisi Duta Besar dewasa ini. Catatan perjalanannya melintasi jutaan kilometer, membentang dari Maroko sampai Indonesia, memakan waktu 25 tahun, di mulai dari usia 22 tahun, yang terabadikan dalam sebuah karya yang berjudul : Tuhfah Al-Nadhar Fi Gharaib Al-Amshar Wa A’ajib Al-Asfar.

        Yang menarik dari tokoh yang bernama asli Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Inrahim Al Luwati ini adalah kemampuannya mencatat pernak-pernik kebudayaan dan kekhasan alam yang dikunjunginya. Karyanya adalah perpaduan antara keindahan gaya bahasa lisan dan isinya yang bagaikan ensiklopedi. Tak pelak, Ibnu Batutah menjadi tokoh besar abad VIII, kebanggaan dunia barat islam (Maroko khususnya), sekelas dengan sejawatnya semisal Ibn Khaldun yang banyak disebut sebagai peletak sosiologi, jauh sebelum Auguste Comte dan As-Syatibi; teoritikus ilmu maqasid dalam syari’ah islam.

        Dalam catatan tokoh kelahiran Tanger, 17 Rajab 703 H ini, Indonesia (Jawa) yang memanjang
sejauh perjalanan dua bulan perjalanan, ketika itu di huni oleh mayoritas penduduk non muslim. Jawa kenangan tertulis Ibnu Batutah adalah pulau hijau yang sedap dipandang mata dan banyak dihiasi deretan pohon kelapa. Sedemikian terkesannya Ibnu Batutah, sampai-sampai ia singgah di Jawa dua kali. Pertama dalam perjalanan dari Bangladesh menuju China. Dan kedua rute pulang dari China menuju Basrah.

        Dalam kunjungan kedua tersebut, Ibnu Batutah juga berkunjung ke Sumatera. Di Sumatera ia disambut hangat dengan perayaan oleh raja Sumatera dan para punggawanya. Sumatera dalam memori tertulis Ibnu Batutah adalah kota besar yang dipagari tembok dan menara kayu, pemberi kehormatan utama bagi pemuka agama, dan kebiasaan masyarakat yang terkenal jual belie mas tanpa disepuh.

        Adapun rute penjelajahan dan keberangkatan  Ibnu Batutah, dimulai dari Tanger menuju Mesir, Syiria, Makkah, India, Bangladesh, Jawa, Sumatera, China, lalu kembali ke Maroko. Selebihnya ia sempat menjelajahi Andalusisa dan beberapa negara tetangga Maroko di Afrika.

                Tantangan bagi kita dewasa ini adalah : jika Ibnu Batutah telah menorehkan tinta emas pada sejarah petualangan alam dan kebudayaan pada masanya, siapa lagi sekarang yang berani melakukannya dalam konteks abad XXI ini ?

Penulis : (M. Hariyadi dan Dedy W. Sanusi)
Tulisan bulan Juni 2002, pada terbitan "La Méditerranée" (buletin PPI Maroko)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar